Sebagai mahasiswa
praktekan D3 keperawatan, hal yang paling dibenci adalah CI (Clinical Instructor) lahan yang
killer yang bisa langsung bikin syok
hipovolemik atau perawat senior yang gila hormat dan perfecsionis tingkat dewa yang bikin otak harus berputar
mengalahkan kecepatan kipas angin. Dan yang baru kemarin saya alami adalah
mendapati koordinator ruangan, seorang perempuan yang belum terlalu tua tapi
memang sudah tidak muda, yang tidak memberikan feedback positif seperti apa yang saya harapkan.
Etika sudah saya pertahankan dan skill
sudah saya maksimalkan ,tapi kenapa untuk mendapat score dan tanda tangan harus dipersulit dengan memojokan saya pada
hal-hal detail yang terlewatkan sehingga saya dianggap syah untuk salah.
Okey saya maklum, sepertinya
itu sudah menjadi pembawaan dia sejak dalam kandungan. Ibunya mungkin ngidam cabe rawit satu kilo sehingga
kata-katanya pedes minta ampun, atau mungkin dia masih ada family dengan singa
Masai dari Afrika sana. Tapi yang mengecewakan adalah perbedaan perlakuan yang terlalu
mencolok terhadap rekan seperjuangan saya. Kenapa dia begitu mudah mendapatkan
semuanya tanpa melalui rangkaian perjuangan yang amat sulit dan membuat saya
bercucuran keringat dan tertekan mental.
Disini saya berfikir keras dan ternyata
saya tidak menemukan alasan lain yang membedakan kami selain dia laki-laki.
Ini bukan soal iri atau
lebih parahnya lagi sirik. Tapi diperlakukan berbeda itu rasanya seperti kita
dibagi dalam system kasta dimana bangsawan mendapat perlakuan VIP sedangkan
rakyat jelata mendapat kelas ekonomi. Bukankah saking antinya dengan perbedaan yang
dianggap tidak pro dengan HAM, Negara bahkan sampai membuat UU pasal Pasal 27
(1) yang menyatakan kedudukan sama di dalam hukum. Tahun 1807 Inggris menghapus
politik apartheid yang menilai
kedudukan manusia berdasarkan ras.
Nah ini di tahun 2012 yang katanya sudah
ada emansipasi kenapa masih ada saja masalah perbedaan perlakuan terkait perbedaan
gender….?
Yang saya tau electra complex ataupun oedipus complex terjadi
pada anak-anak saat fase phallic (3-5 tahun).
Kenyataanya belakangan ini saya menemukan dewasa juga mengalaminya. Apa ini
yang dimaksud puber kedua atau regresi
pada seseorang yang menjelang lansia?
Entahlah yang jelas memang ada perlakuan
seperti itu di dunia ini. Jadi jika anda menjadi mahasiswa praktekan dan
mengalami apa yang saya rasakan maka Just let it flow aja lah, seperti kata RA
Kartini habis gelap terbitlah terang, semua ada masanya…..//happy praktek :)
//
Tidak ada komentar:
Posting Komentar